Oleh Dr.H. Agus
Sukaca, M.Kes.
(Ketua Majelis Tabligh PP
Muhammadiyah)
Usaha untuk
mewujudkan diri menjadiPribadi Muslim yang sebenar-benarnya tidak dapat
dilakukan dengan cara instan. Dalam usaha ini, seseorang harus melakukan
upaya-upaya pembenahan diri secara terus-menerus. Karena itu, prosesnya
sangatlah panjang. Salah satu faktor penting dalam mewujudkan Pribadi Muslim yang
sebenar-benarnya adalah keberhasilan seseorang dalam membiasakan amalan-amalan
yang melekat pada dirinya sehingga hal itu menjadi ciri-ciri atau identitas
pribadinya.
Hanya saja, dengan
tanpa disadari, kita telah banyak melewatkan waktu-waktu berharga untuk
menjalani kebiasaan-kebiasaan positif setiap hari. Padahal, kebiasaan merupakanaktivitas
yang dilakukan berulang-ulang sehingga pusat kendalinya bergeser dari otak sadar
ke bawah sadar. Aktivitas yang berada dalam kendali otak sadar memerlukan
energi yang lebih besar.Sedangkan, aktivitas yang berada dalam
kendali otak bawah sadar lebih ringan melakukannya dan energi yang
diperlukannya juga lebih sedikit.
Bagaimanapun,
kepribadian dan kualitas diri seseorang dibentuk oleh
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya. Apabila kebiasaan-kebiasaan
seseorang itu terbentuk oleh lingkungan di mana ia berada, maka secara otomatis
ia membentuk dirinya sebagaimana kebanyakan orang-orang yang ada di
lingkungannya. Tentu sangatlah beruntung apabila ia berada di tengah-tengah
orang-orang shaleh. Sebab, ia dapat memiliki kebiasaan-kebiasaan yang menjadi
ciri-ciri orang shaleh. Namun, apabila ia berada di lingkungan
orang-orang yang kurang peduli kepada tuntunan agama, maka kebiasaan yang akan
terbangun tentu juga akan jauh dari tuntunan agama.
Perlu diketahui bahwa
situasi dan kondisi dunia tempat kita tinggal sekarang ini jauh berbeda dengan
beberapa tahun yang lalu. Perkembangan teknologi informasi dan transportasi
telah merubah dunia menjadi semakin terasa kecil. Sekat-sekat
geografis telah mencair. Dunia semakin tak berbatas, datar dan tidak bulat
lagi.Lingkungan pergaulan semakin majemuk. Adanya facebook, twitterdan
teknologi internet lainnya telah menjadikan lingkungan
pergaulan mampu menjangkau orang di mana saja dan kapan saja.Boleh jadi, seseorang telah bersahabat
dengan orang yang tinggal dengan jarak ribuan kilometer. Mereka dapat berkomunikasi secaraefektif,
tetapi tidak mengenal siapa yang tinggal di sebelah rumahnyamasing-masing.
Kemajemukan
lingkungan pergaulan dengan latar belakang yang berbeda-beda di satu sisi bisa
memperluas wawasan seseorang, tetapi di sisi lain bisa menimbulkan bahaya. Oleh
karena itu, kita harus cerdas memilih lingkungan pergaulan yang sesuai
dengan keyakinan dan cita-cita kita. Kalau bercita-cita menjadi orang sukses,
kita harus mencari teman-teman yang sukses. Apabila ingin pintar,
bertemanlah dengan orang-orang pintar. Apabila ingin berani,bergaulah
dengan pemberani. Apabila ingin jujur, bergaulah dengan orang-orang
jujur. Salah satu cara untuk melihat bagaimana keadaan seseorang dapat dilakukan
dengan melihat siapa saja yang menjadi teman-teman dekatnya.
Pilihan-pilihan tersebut
tentu berada di tangan kita masing-masing. Kita tidak boleh menyerahkan
diri untuk mengikuti kebiasaan orang-orang kebanyakan. Adalah
suatu “kegilaan” seseorang yang mengharapkan sukses tetapi melakukan hal-halseperti
yang dilakukan orang kebanyakan. Cita-cita sukses haruslah diikuti dengan
melakukan kebiasaan-kebiasaan yang terbuktimampu membawa kesuksesan
seperti yang telah dipraktikkan oleh orang-orang sukses lainnya. Kalau mau
menjadi orang pintar, kita harus berkonsultasi dengan orang-orang yang pintar
dan melakukan kebiasaan-kebiasaan mereka. Pastinya, mereka terbiasa belajar dan
membaca! Kalau kita mau jadi pengusaha sukses, berkonsultasinya dengan
pengusaha sukses, mengikuti petunjuk dan melakukan kebiasaan-kebiasaan mereka. Kunci
untuk mengetahui apa sajakebiasaan-kebiasaan sukses yang mereka
lakukan, kita bisa berkonsultasi dengannya!
Lantas, bagaimana
dengan cita-cita seseorang yang inginmenjadi penghuni surga? Syaratnya,
ketika hidup di dunia kita mesti berjuang dan berproses menjadi “Pribadi
Muslim yang sebenar-benarnya”. Idealnya, seperti pribadi Rasulullah
Muhammad SAW. Untuk itu, kita harus berkonsultasi dengan Beliau dan
melakukan kebiasaan-kebiasaan yang telah dicontohkan. Persoalannya,
kebiasaan-kebiasaan Rasulullah amatlah banyak. Lantas, dari mana kita
mulai?
Sejalan dengan
pertanyaan tersebut, terdapat pelajaran bagus dari seorang guru,
sebagaimana dikemukakan John McGrath dalam bukunya “You Don’t Have
to be Born Brilliant”. Seorang guru mengeluarkan dari bawah
bangkunya sebuah gelas kimia yang tingginya 30 cm. Ia juga mengeluarkan
beberapa batu besar berukuran kepalan tangan. Dengan hati-hati, ia
masukkan satu persatu batu-batu tersebut sampai 10 buah. Ketika memasukkan batu
yang ke 11, gelas kimia tersebut tidak mampu memuatnya dan batunya bergulir
jatuh. Sang guru kemudian memandang murid-muridnya dan bertanya:
“apakah menurut kalian gelas kimia ini sudah penuh?” Murid-murid pun
mengangguk. Sebab, merekamelihat tidak ada celah lagi untuk memasukkan batu. Kemudian,
guru tersebut mengeluarkan ember berisi batu-batu kerikil seukuran kacang
polong. Pelan-pelan ia tuang kerikil tersebut ke dalam gelas kimia, sampai
tidak ada lagi ruangan tersisa di antara batu-batu besar.
Setelah itu,
pertanyaan yang sama diajukan sang guru kepada murid-muridnya dan
mereka mengangguk. Setelah mendengar jawaban itu, sang guru mengeluarkan
ember berisi pasir. Ia menuang pasir di antara kerikil dan batu-batu besar
sampai ruangan yang tersisa menjadi penuh. Para murid heran akan daya
tampung gelas kimia tersebut dan bingung bagaimana menjawab pertanyaan guru
mereka selanjutnya: “apakah gelas kimia ini sekarang sudah penuh?”Sebelum
mereka mampu menjawab, sebuah botol berisi air dikeluarkan dari bawah bangku
dan dituangkan ke dalam gelas kimia di antara batu, kerikil dan pasir.
Sang guru tersenyum dan berkata bahwa demonstrasinya telah usai. “Sekarang
beritahu saya, pelajaran apa yang bisa dipetik dari latihan ini?”.
Seorang murid dengan
antusias menjawab: “guru, saya belajar bahwa seringkali kita bisa memasukkan
jauh lebih banyak daripada yang kita kira sebelumnya”. “Jawaban bagus! Tetapi
ada pelajaran lain yang saya ingin kalian temukan!” Para murid berpikir keras,
sampai akhirnya ada seorang yang menjawab: “guru, pelajaran yang bisa saya
ambil adalah jika kita tidak menaruh batu-batu besarnya terlebih
dahulu, kita takkan mampu memasukkan benda lainnya. Jadi pelajaran
buat saya adalah menaruh batu besarnya dahulu”. Mendengar jawaban itu, sang
guru tersenyum dengan perasaan sangat bangga. “Kalian pintar. Memang itulah
pelajaran yang ingin saya berikan”.
Melihat pelajaran
tersebut di atas, lantas kebiasaan-kebiasaan apa saja yang menjadi “batu-batu
besar” dalam proses menjadi Pribadi Muslim yang
sebenar-benarnya? Terkait dengan hal ini, kami tawarkan sembilan (9) kebiasaan
menjadi “batu-batu besar” kita dalam mewujudkan diri menjadi Pribadi Muslim yang
sebenar-benarnya. Kami sering menyebut sembilan (9) kebiasaan ini sebagai“The Nine
Golden Habbits”.
Kesembilan kebiasaan
tersebut adalah:
1. Kebiasaan Shalat;
(a) Shalat Wajib di awal waktu dan
berjamaah diiringi shalat sunnahRawatib;
(b) Shalat Tahajud (lail) di
setiap sepertiga malam terakhir; dan
(c) Shalat Dhuha setiap pagi.
2. Kebiasaan Puasa,
Disamping melaksanakan puasa Ramadhan
juga membiasakanberpuasa Sunnah.
3. Kebiasaan berzakat, infaq dan shadaqah (ZIS),
4. Kebiasaan membaca al-Qur’an
Senantiasa membaca al-Qur’an pada
waktu-waktu tertentu,misalnya: sehabis maghrib, menjelang subuh, ba’da
shubuh dan lain-lain serta mengkhatamkannya minimal 1 kali dalam
sebulan.
5. Kebiasaan membaca buku >1 jam setiap hari.
6. Kebiasaan beradab Islami dalam
setiap aktivitas yang dilakukan.
7.Kebiasaan mengaji dan berada dalam
komunitas orang shaleh>1 kali seminggu.
8. Kebiasaan berkata baik, beramal
shaleh dan memberikan kemanfaatan bagi orang lain.
9. Kebiasaan berpikir positif dan murah
senyum
Sumber : http://tablighpp.blogspot.co.id/
(Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah)
Sumber : http://tablighpp.blogspot.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar