Memaknai Tadabbur Alam untuk Meningkatkan Intensitas
Syukur, dan kaderisasi
oleh: Ust. Muhammad Bashori
Tadabbur Alam merupakan sarana pembelajaran untuk lebih mengenal ke Maha
Besaran Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya.
Nah, kalau ditanya; Wahid, Apa kamu suka tadabbur alam? Pastilah saya akan
menjawab,"bukan suka lagi tapi hobi. Bukan berarti menyukai merenung
sebagai media penghambur waktu, melainkan sudah menjadi semestinya jika kita
mengenal Allah melalui ciptaan-Nya. Dengan begini, terbentuklah sebuah
'character building' yang setidaknya menambah keimanan dan ketakwaan kita.
Allah ta'ala berfirman dalam surat al-ghasiyah:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan (17).
Dan langit bagaimana ia ditinggikan? (18). Dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (19). Maka berilah peringatan,
karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan (21).
Oleh karena itu, Jika kita menilik alam semesta sebagai sarana pembelajaran
dengan melakukan observasi secara langsung maupun tidak dalam rangka mengenal
Allah Azza wa Jalla melalui ciptaan-Nya, pastilah kita menjumpai binatang yang
satu ini,'Burung'.
Ada apa sih dengan burung?dan kenapa harus 'Burung'?
InsyaAllah, saya akan menjelaskannya.
Waktu itu saya melihat burung yang dengan setianya mencari nafkah untuk
keluarganya. Dapat dilihat bahwa, ia belum mempunyai sebuah tujuan tetap dimana
ia akan mendapatkan makanan. Tapi, ia mengerti bahwa bumi Allah itu luas dan
Allah maha kaya. Terkadang ia pulang membawa makanan dan membagikannya kepada
keluarganya. Itu pun jika tidak cukup ia harus berpuasa. Sekali lagi, Demi
kelurganya. Disini jelas sekali bahwa eksistensi dari seorang pemimpin adalah
mendahulukan kesejahteraan makmum. Tak peduli atas apa yang terjadi akan
dirinya. Coba dibayangkan, Pernahkah kita melihat seekor burung dengan
tragisnya membentur-benturkan kepalanya di batu cadas karena merasa stress
akibat tidak memiliki tempat mencari makan yang sifatnya tetap. Allahu akbar!
Lantas, Bagaimana dengan kita? Manusia?
ikhwan wa Akhwat Fillah
Sebuah kecenderungan klasik, sepanjang sejarah manusia, bahwa
konflik-konflik intelektual yang besar, acapkali terjadi karena adanya
pemisahan, sebutlah misalnya , iman yang terpisah dengan rasio. Ketika hati
kita mengetahui ke MahaBesaran sang pencipta yang terbentuk dalam sebuah
karakter tauhid Rububiyah dalam diri kita atas penciptaan Nya, Kita sudah
seharusnya menggunakan 'RASIO' untuk menganalisa dan memahami bahwa penciptaan
bumi dan langit beserta isinya merupakan sebuah keteraturan. Adanya sebuah
keteraturan itu, tentu melibatkan sang pengatur yaitu Allah Azza wa Jalla.
Oleh karena itu, Lantas bagaimana Memahami Ayat Allah di Alam ?
Dalam Al Qur'an dinyatakan bahwa orang yang tidak beriman adalah mereka
yang tidak mengenali atau tidak menaruh kepedulian akan ayat atau tanda-tanda
kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-Nya.
Sebaliknya, ciri menonjol pada orang yang beriman adalah kemampuan memahami
tanda-tanda dan bukti-bukti kekuasaan sang Pencipta tersebut. Ia mengetahui
bahwa semua ini diciptakan tidak dengan sia-sia, dan ia mampu memahami
kekuasaan dan kesempurnaan ciptaan Allah di segala penjuru manapun. Pemahaman
ini pada akhirnya menghantarkannya pada penyerahan diri, ketundukan dan rasa
takut kepada-Nya. Ia adalah termasuk golongan yang berakal, yaitu
"…orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS.
Ali 'Imraan, 3:190-191)
Di banyak ayat dalam Al Qur'an, pernyataan seperti, "Maka mengapa kamu
tidak mengambil pelajaran?", "terdapat tanda-tanda (ayat) bagi
orang-orang yang berakal," memberikan penegasan tentang pentingnya
memikirkan secara mendalam tentang tanda-tanda kekuasaan Allah. Allah telah
menciptakan beragam ciptaan yang tak terhitung jumlahnya untuk direnungkan.
Segala sesuatu yang kita saksikan dan rasakan di langit, di bumi dan segala
sesuatu di antara keduanya adalah perwujudan dari kesempurnaan penciptaan oleh
Allah, dan oleh karenanya menjadi bahan yang patut untuk direnungkan. Satu ayat
berikut memberikan contoh akan nikmat Allah ini
"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun,
korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS. An-Nahl,
16:11)
Marilah kita berpikir sejenak tentang satu saja dari beberapa ciptaan Allah
yang disebutkan dalam ayat di atas, yakni kurma. Sebagaimana diketahui, pohon
kurma tumbuh dari sebutir biji di dalam tanah. Berawal dari biji mungil ini,
yang berukuran kurang dari satu sentimeter kubik, muncul sebuah pohon besar
berukuran panjang 4-5 meter dengan berat ratusan kilogram. Satu-satunya sumber
bahan baku yang dapat digunakan oleh biji ini ketika tumbuh dan berkembang
membentuk wujud pohon besar ini adalah tanah tempat biji tersebut berada.
Bagaimanakah sebutir biji mengetahui cara membentuk sebatang pohon?
Bagaimana ia dapat berpikir untuk menguraikan dan memanfaatkan zat-zat di dalam
tanah yang diperlukan untuk pembentukan kayu? Bagaimana ia dapat memperkirakan
bentuk dan struktur yang diperlukan dalam membentuk pohon? Pertanyaan yang
terakhir ini sangatlah penting, sebab pohon yang pada akhirnya muncul dari biji
tersebut bukanlah sekedar kayu gelondongan. Ia adalah makhluk hidup yang kompleks
yang memiliki akar untuk menyerap zat-zat dari dalam tanah. Akar ini memiliki
pembuluh yang mengangkut zat-zat ini dan yang memiliki cabang-cabang yang
tersusun rapi sempurna. Seorang manusia akan mengalami kesulitan hanya untuk
sekedar menggambar sebatang pohon. Sebaliknya sebutir biji yang tampak
sederhana ini mampu membuat wujud yang sungguh sangat kompleks hanya dengan
menggunakan zat-zat yang ada di dalam tanah.
Pengkajian ini menyimpulkan bahwa sebutir biji ternyata sangatlah cerdas
dan pintar, bahkan lebih jenius daripada kita. Atau untuk lebih tepatnya,
terdapat kecerdasan mengagumkan dalam apa yang dilakukan oleh biji. Namun,
apakah sumber kecerdasan tersebut? Mungkinkah sebutir biji memiliki kecerdasan
dan daya ingat yang luar biasa?
Tak diragukan lagi, pertanyaan ini memiliki satu jawaban: biji tersebut
telah diciptakan oleh Dzat yang memiliki kemampuan membuat sebatang pohon.
Dengan kata lain biji tersebut telah diprogram sejak awal keberadaannya. Semua
biji-bijian di muka bumi ini ada dalam pengetahuan Allah dan tumbuh berkembang
karena Ilmu-Nya yang tak terbatas. Dalam sebuah ayat disebutkan:
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan
di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya
(pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu
yang basah atau yang kering, melainkah tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfudz). (QS. Al-An'aam, 6:59).
Dialah Allah yang menciptakan biji-bijian dan menumbuhkannya sebagai
tumbuh-tumbuhan baru. Dalam ayat lain Allah menyatakan:
Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan.
Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang
hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu
masih berpaling? (QS. Al-An'aam, 6:95)
Biji hanyalah satu
dari banyak tanda-tanda kekuasaan Allah yang diciptakan-Nya di alam semesta.
Ketika manusia mulai berpikir tidak hanya menggunakan akal, akan tetapi juga
dengan hati mereka, dan kemudian bertanya pada diri mereka sendiri pertanyaan
"mengapa" dan "bagaimana", maka mereka akan sampai pada
pemahaman bahwa seluruh alam semesta ini adalah bukti keberadaan dan kekuasaan
Allah SWT.
PPCM WOnokerto OK
BalasHapus